Sibuk kuliah, lama banget ga nulis, sekalinya nulis ya nulis buat tugas. Supaya blog ini keliatan update dikit, ini ada satu tulisan dari sekian banyak tugas saya yang menumpuk. Mata kuliah Urban Design, tugasnya disuruh cerita tentang public space dan teorinya. Little bit boring but...just enjoy!
***
Public space yang secara harfiah dapat diartikan sebagai ruang untuk umum
menurut saya adalah sebuah ruang yang tersedia di tempat umum dan bebas diakses
oleh semua kalangan, tidak terkecuali para penyandang cacat, manula, maupun
masyarakat berpenghasilan rendah. Ruang yang secara sosial berfungsi sebagai
tempat berinteraksi ini memiliki banyak bentuk, baik yang terbuka maupun
tertutup. Public space terbuka contohnya alun-alun atau plaza, tempat duduk di
pedestrian way, atau taman. Sedangkan public space tertutup contohnya adalah
bangunan pusat perbelanjaan. Menurut saya, bentuk public space di setiap
negara biasanya dipengaruhi oleh iklim negara tersebut. Penduduk di negara
tropis lebih menyukai berada di dalam ruangan yang berpendingin ruangan,
sehingga tempat berinteraksi sosial pun lebih banyak berada di dalam ruangan.
Sedangkan penduduk di negara empat musim, menyukai sinar matahari, sehingga
public space-nya kerap berada di luar ruangan.
Pengalaman saya sendiri untuk berada di public space, cukup beragam, baik
yang baik maupun yang buruk, baik public space terbuka maupun tertutup. Misalnya
public space yang berupa shared open space di permukiman tempat saya tinggal.
Ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar, saya sering bermain dengan
tetangga di shared open space yang berupa taman di dekat rumah saya. Taman
tersebut termasuk ke dalam bentuk external public space atau public space yang
sesungguhnya, di sana tersedia fasilitas penunjang berupa park bench dan ayunan
untuk bermain. Ketika saya pindah ke suatu permukiman yang tidak terdapat
shared open space, terasa dampaknya. Saya tidak pernah keluar rumah untuk
melakukan aktivitas sosial, frekuensi pertemuan dengan tetangga pun menjadi
lebih sedikit, kami pun cenderung berubah menjadi individualis.
Selain taman di dalam permukiman, public space lain dapat berupa alun-alun. Sebut saja Plaza de las Tendillas di Córdoba, Westenhellweg
di Dortmund, dan Alun-alun Kota Batu. Westenhellweg merupakan suatu public space berupa jalan di pusat Kota
Dortmund yang merupakan Einkaufsstraße
atau jalan perbelanjaan. Di sana terdapat berbagai macam toko, mulai dari toko
pakaian sampai café. Jalan dengan
lebar ± 10 m dan berperkerasan paving
block dengan pola tertentu di ruas jalannya ini terletak dekat dengan
stasiun u-bahn (kereta bawah tanah),
sehingga untuk mencapai lokasi ini tidak diperlukan kendaraan pribadi.
Westenhellweg
Kawasan ini bebas dari kendaraan
bermotor, ruas jalannya dipenuhi oleh pejalan kaki dan street art performance. Penduduk dengan kursi roda maupun seorang
ibu yang mendorong baby stroller pun
dapat dengan bebas berjalan di kawasan ini. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa
ruang kota yang satu ini tidak melakukan diskriminasi terhadap penduduknya,
semua dapat mengakses tempat ini. Ada hal sederhana yang mendukung fungsi public space di sini, yaitu keberadaan
kursi di pinggir jalan atau depan toko. Dengan adanya kursi, pejalan kaki pun
tidak akan sekedar lewat, tetapi juga ‘singgah’ untuk sementara sehingga fungsi
sosial pun ada. Selain itu, street art
performance juga menambah daya tarik ruas jalan ini, jadi Westenhellweg
dapat disebut juga sebagai sociocultural
public realm. Namun sayangnya, di negara maju ini masih terdapat pengemis,
ia dan anjingnya duduk di sebuah sudut, berharap pejalan kaki yang lewat
mengasihaninya—dan anjingnya.