Ngayogyakarta

Assalamualaikum.
Minggu lalu saya baru saja menuntaskan survei studio kedua saya. Jika studio pertama adalah Studio Perencanaan Desa, studio di semester 4 ini adalah Studio Perencanaan Kota atau biasa disingkat dengan SPK. SPK tahun ini diadakan di Kota Yogyakarta, dan kelompok saya mendapat wilayah studi di Kecamatan Jetis. Hari-hari di Jogja bisa dibilang banyak lupa waktunya, survei cuma sampai sore, tapi malamnya kita tidak istirahat malah main keliling Jogja. Alhasil, terciptalah foto-foto di bawah ini... Enjoy!

Gambar sebelah kiri merupakan landmark Kota Yogyakarta, yaitu Tugu Jetis. Tugu ini merupakan kebanggaan kelompok kami, karena tugu tersebut berada di wilayah studi kami hahaha. Foto itu diambil pada hari Selasa ketika demo tentang kenaikan BBM sedang memuncak. Herannya, pendemo di foto ini masih saja sempat berfoto-foto ria dengan temannya *tepok jidat*. Sedangkan gambar di sebelah kanan merupakan patung akar kaki yang terletak di depan Gedung BRI.

Malam di Jogja. Pedestrian, lampu penerangan jalan, public space, dan elemen-elemen pendukung lainnya yang berkonspirasi membentuk suasana seperti yang terlihat di gambar ini.

Gedung BNI yang berarsitektur kolonial dipadukan dengan kecepatan yang tergambarkan dengan lampu yang bergerak.

Very the Jogja! Mulai dari becak, bangunan kolonial, pedestrian way yang lebar, dan juga papan nama jalannya. Menurut saya, kota yang bikin kangen dan bikin pengen balik lagi adalah kota yang memiliki sense of place yang kuat seperti ini <3

Monumen Serangan Umum Maret 1949

Vredeburg Schloss. Benteng ini dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda (sumpah kalimat yang satu ini ngasal, ngikutin gaya-gaya cerita sejarah -_-), CMIIW. Fungsinya yang sekarang adalah museum, dan yang saya baru ketahui ternyata di sini juga ada night at the museum. Mungkin semacam night tour, atau malah uji nyali?

Suasana malam di dalam Vredeburg Schloss, mencekam hah?

Gelang kulit dan manik-manik khas Jogja. Hati-hati dalam menawar, salah-salah anda bisa dicaci maki oleh pedagangnya. Seperti teman saya, sampai kita berjalan jauh dari tempat tersebut pun pedagangnya masih mengomel-ngomel. Mungkin harga yang teman saya minta terlalu murah, atau pedagangnya aja yang rada-rada? -_-

Malioboro yang tidak pernah mati. Jika siang hari koridor ini dipenuhsesaki oleh para pedagang kaki lima yang menjajakan pernak-pernik dan souvenir, malam harinya aktivitas tersebut berubah menjadi angkringan. Dari makanan berat sampai kopi ada di sini.

Delman di Malioboro pada malam hari. Sebenarnya kasihan juga kudanya, pada kurus, bekerja seharian, makanannya pun belum terjamin :(

Di kota ini banyak terdapat papan penunjuk seperti ini, yang menandakan adanya jalur alternatif yang dapat dilalui sepeda. Biasanya jalur alternatif ini merupakan jalan pintas kecil dengan hirarki jalan lingkungan. Jadi pesepeda tidak perlu melewati jalan berhirarki tinggi dan bergabung dengan kendaraan bermotor.

List survei hari itu ;) 

Sungai Code yang berada di Kecamatan Jetis, tepatnya di Kelurahan Gowongan RW 08 - RW 13. Terdapat permukiman kumuh di sepanjang sungai ini, tinggi bangunannya pun tidak memenuhi standar. Bayangkan, rumah bertingkat dua di sini tingginya tidak melebihi tinggi normal rumah berlantai satu! Namun begitu, di kawasan ini telah terdapat rusunawa (rumah susun sederhana sewa). Pemberdayaan masyarakatnya pun berjalan baik, bahkan di RW 10 ada seorang ahli peta yang menggambarkan persil di sepanjang Sungai Code secara manual di milimeter block.

Kandang burung ini terdapat di belakang rusunawa. Mungkin ini fasilitas pendukung permukiman yah... sebut saja 'kandang burung komunal'... Karena penduduk yang tinggal di rusunawa tidak memiliki space untuk menaruh kandang ini di area rusun. Iyalah, jemuran aja bingung, gimana kandang burung -_-

Nah, ini dia penghuni kandang warna-warni di atas. Cantik?

Ayam kate yang lari mulu pas diambil fotonya hihi gemesss! :3

Ini yang namanya sate buntel bukan sih? Sekotak kayu ini dipikul, penjualnya perempuan dan kotak ini ditaruh di atas kepalanya. Mirip perempuan Afrika pembawa air.

Oseng-oseng mercon. Sambelnya..... meledak-ledak dalam mulut *overrated*. Kebetulan saya makan di tempat yang pernah masuk tv di acaranya Pak Bondan, jadi untuk ukuran kaki lima, seporsi oseng-oseng mercon ini termasuk mahal yaitu Rp15.000,00.

Zulfa dan oseng-oseng mercon, haha ga penting -_-

Selain oseng-oseng mercon, di sini juga tersedia berbagai lauk lainnya seperti ayam, bebek, burung dara, dan lain-lain. Seporsi bebek harganya Rp23.000,00 dan tidak lebih istimewa dari bebek ijo yang cabangnya di mana-mana itu.

Ini mbak yang jualan oseng-oseng mercon, dia itu... asli kocak. Pas saya datang dia langsung bilang, "Mbak dari mana? Main ke Jogja masa ga nyoba oseng-oseng mercon. Ini pernah masuk di tv loh Mbak, di acaranya Pak Bondan Prakoso!" Mendengar itu saya tertawa, "wkwkwk Bondan Prakoso mah penyanyi kali Mbak... Pak Bondan yang itu namanya Bondan Winarno -_________-"

Seperti layar rusak

Taken at Alun-Alun Kota Yogyakarta

Coco, Bagas, dan temennya Bagas. Kesukaannya Bagas nongkrong di tempat yang ada live music-nya, jadilah malam terakhir di Jogja kita main ke Kopitiam di Jl. Sastrowijayan. Setelah semalam sebelumnya kita main ke Skybar, semacam cafe di rooftop-nya Hotel All Season yang juga ber-live music.

See you next studio, Studio Perencanaan Transportasi. Mungkin Bandung, atau ada usul lain? ;>