Visit Banyumas 2012

Hola. Liburan kemarin mungkin liburan saya yang paling produktif. Yap, liburan kemarin saya pakai buat kerja, kerja saya yang pertama! Hehe. Saya ikut proyeknya dosen saya, proyeknya sendiri adalah penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Ajibarang 2012-2032. Sebenarnya proyeknya ada dua kecamatan, Kecamatan Ajibarang dan Kecamatan Banyumas, tapi saya pegang yang Kecamatan Ajibarang saja.

Kedua kecamatan tersebut terletak di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Mereka memiliki karakter yang berbeda, Ajibarang adalah kawasan industri genteng yang cenderung 'keras', dan Banyumas yang sekarang sedang mengembalikan image jadulnya adalah kawasan yang memiliki banyak peninggalan bangunan kuno dan cenderung 'kalem'. Sekitar satu atau dua bulan yang lalu kami pun berangkat survei. Lagi-lagi, kebiasaan pada waktu survei adalah nyolong-nyolong hunting foto. Jadi foto-foto di bawah bisa sekaligus buat promosi wisata Banyumas mungkin? ;P


  • Banyumas


 Nah ini salah satu bangunan kunonya. Tidak hanya satu, di sekitar bangunan ini juga terdapat banyak bangunan sejenis. Banyumas sendiri sedang membangun image kota nostalgia setelah ia 'mati' dan 'dilupakan' beberapa tahun semenjak ibukota Kabupaten Banyumas dialihkan ke Purwokerto.

Sungai ini namanya Sungai Serayu. Sungai yang merupakan batas utara Kecamatan Banyumas ini juga merupakan salah satu landmark dari Kecamatan Banyumas. Saya juga mendengar adanya rencana pengembangan pariwisata berbasis sungai, namanya Serayu River Voyage. Tapi...sayang juga kalo setelah dikembangin malah ngerusak sungai yang sudah indah secara alami ini.

Perumahan baru di tengah sawah. Tagline-nya sih intinya ngajak kembali ke kota nostalgia, tapi kenapa malah bangun bangunan modern begini? Zzzz.

Tidak hanya hunian saja, kantor kecamatan dan mesjid juga merupakan bangunan kuno. Foto di atas adalah Masjid Nur Sulaiman. Katanya sih arsitekturnya khas Kerajaan Islam Jawa.

 
Ciri lain dari arsitektur Kerajaan Islam Jawa adalah denahnya berbentuk bujur sangkar. And look at the ceiling, pattern of ventilation and pattern of the floor! Who don't sure if this is very the Javanese architecture?

Terdapat 12 pilar pendukung (saka pangarak) di masjid ini. Hal ini juga merupakan ciri arsitektur Kerajaan Islam Jawa.

 Nah hari terakhir di Banyumas kami melaksanakan forum group discussion (FGD) dengan warga setempat dan para tokoh untuk tukar pikiran. FGD dilaksanakan di kantor kecamatan, kebetulan Museum Wayang terletak sekomplek dengan kantor kecamatan, jadilah setelah beres FGD kami main ke Museum Wayang. Tapi setelah masuk, miris banget, sepi, dan terlupakan...

  • Ajibarang

Ajibarang merupakan kota dengan jumlah industri genteng yang tinggi. Desa Pancasan adalah desa yang ditetapkan menjadi kawasan industri genteng. Welcome!

Nah ini suasana di pabrik geteng. Ya panas, ya berdebu, ya berasap. Sepanjang jalan pemandangannya begini-begini aja.

Ini jalan masuk ke dalem permukiman loh. Jalannya dipenuhin genteng yang lagi dijemur, jadi kesisa space buat jalan cuma sedikit :<

Ajibarang ga cuma punya industri genteng doang kok, di sini juga ada pemandangan-pemandangan cantik seperti sungai di atas. Indonesia banget yah? Sungai yang berbatu-batu (buat ngegosok baju cucian). Kalo mau mencapai sungai ini, kita harus jalan terus melewati permukiman bercampur industri genteng tadi. Lalu sedikit turun ke bawah dan....ta daaa! Sungainya ada deh :3

My eyes are amazed by this scenic! I love this combination color of nature, blue and green.

Kondisi infrastruktur di Kecamatan Ajibarang
TPA Tiparkidul ini sebenarnya udah overload

Kalo yang ini bukan di Ajibarang atau Banyumas. Kuliner khas Sokaraja ini bernama seperti namanya, Soto Sokaraja. Soto ini saya beli di Jl. Bank, Purwokerto. Katanya sih yang enak di sini, sampe ada foto-foto artis dipajang. Bedanya sama soto biasa adalah, soto ini berbumbu kacang, dikasih kerupuk di dalem sotonya, dan...makannya pake lontong, bukan pake nasi.

*the end*



Demolisi, Perlukah?

Pertama-tama, saya mengucapkan happy new semester for all my readers. Oh iya, sekarang saya sudah menginjak semester 5, bisa dibilang cukup tua juga, sudah punya dua adik tingkat hehe. Nah, semester ini saya mengambil mata kuliah pilihan Sejarah dan Preservasi Kota. Buat adik-adik tingkat saya di PWK FTUB recommended banget loh ini. Selain karena preservasi dan konservasi benda cagar budaya di Indonesia yang masih ga jelas dan perlu kita pelajari dan amalkan (ciyeh), kuliah sejarah yang satu ini ga bikin bosen macem pelajaran Sejarah pas sekolah dulu, tugasnya seruu. Ciyuuuus!

Dan tema hari ini adalah...demolisi!!! Hah apa tuh? Saya juga baru tau kok. Jadi menurut Peraturan Walikota Surabaya No. 59 Tahun 2007, demolisi adalah upaya pembongkaran atau perombakan suatu bangunan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan membahayakan dengan pertimbangan dari aspek keselamatan dan kemanan dengan melalui penelitian terlebih dahulu dengan dokumentasi yang lengkap. Misalnya nih ada bangunan peninggalan kolonial yang rusak berat, beberapa saat lagi pasti ambruk deh, gerakan memperbaiki bangunan itu disebut demolisi.

Sekarang pertanyaannya: perlu atau tidak sih demolisi? Dari kalangan pemerhati benda cagar budaya sendiri terjadi pro dan kontra mengenai hal itu. Saya sendiri termasuk ke dalam golongan yang kontra akan demolisi. Kenapa? Mari kita bahas...

Machu Pichu, sisa reruntuhan Suku Inca, Peru

Colosseum di Roma, Italia, yang bernama asli Flavian Amphitheater

Sisa reruntuhan bangsa Romawi

Gambar-gambar di atas adalah sebagian contoh reruntuhan bersejarah di dunia yang dibiarkan begitu saja bentuknya. Pernah kebayang ga kalo sisa reruntuhan bangsa Romawi itu utuh berbentuk bangunan? Pernah kebayang ga kalo Colosseum ga bolong setengah didingnya? Pernah kebayang ga kalo Machu Pichu didemolisi sehingga berbentuk utuh? Hmm mungkin bagus juga sih tapi di sini saya melihat dari sisi 'heart touching'-nya (istilah apa pula ini, bikin sendiri rrrr). Maksudnya gini, dengan melihat bangunan bersejarah yang sudah runtuh, pasti kita akan lebih tersentuh untuk mengenang sejarah tersebut, bagaimana hebohnya perang saat itu, bagaimana struktur bangunan pada masa itu sudah sedemikian canggih. Selain itu, tidak jarang situs sejarah yang berbentuk reruntuhan seperti di atas justru mengundang khalayak untuk berbondong-bondong melihat. Kalo bicara ekonomi sih, nilai jualnya lebih tinggi, mungkin terlihat artistik ya? Bandingkan dengan bangunan bersejarah yang berbentuk utuh seperti sekarang, pasti kesannya ya hanya another historical site kan? 

Balik lagi ke penegrtian demolisi di atas, satu yang harus digarisbawahi adalah: demolisi dilakukan terhadap bangunan yang memang rusak dan membahayakan. Jadi selama itu tidak membahayakan, ya tidak perlu didemolisi. Demolisi juga merupakan hal yang sangat sulit dan perlu penanganan profesional. Lebih sulit lagi di negara kita, Indonesia, buruh bangunan yang dapat mengerjakan bangunan serumit bangunan bersejarah sulit ditemukan bukan? Salah-salah kualitas struktur bangunan dan tampilan fasad bangunan justru menurun.

Menurut kamus saya, sah-sah saja demolisi, namun disertai sederetan persyaratan:
  • BCB yang perlu diperbaiki hancur atau rusak ketika bukan pada masanya. Misalnya candi x hancur ketika terjadi gempa pada tahun 1900-an, padahal candi dibangun pada masa pra-sejarah. Hal ini berkaitan dengan 'heart touching' tadi. Candi itu hancur bukan karena peristiwa pada masa itu kan, jadi kenapa juga perasaan kita tersentuh ngeliat candi yang hancur karena gempa.
  • BCB yang rusak membahayakan. Misalnya pilar-pilar bangunannya seperti akan jatuh beberapa saat lagi.
  • Demolisi harus melibatkan berbagai ahli profesional, mulai dari arsitek, arkeolog, pemerhati bangunan bersejarah dan benda pusaka, sampai buruh bangunan pun menjadi poin penting.

Nah isu yang lagi panas-panasnya ada di Surabaya. Tau Stasiun Semut di Surabaya? Bagus kalo tau, tapi lebih bagus lagi kalo tau Stasiun Semut adalah cikal bakal perkeretaapian di Indonesia. Jadi ceritanya, stasiun ini dibangun sama VOC untuk pemberhentian kereta yang ngangkut rempah-rempah dari Jawa ke Tanjung Perak yang selanjutnya akan di bawa ke Belanda. Selain untuk barang, stasiun ini juga pernah disinggahi bule-bule necis berjas dan ber-cute dress ria loh. Namun sekarang, liat bentuknya...
Stasiun Semut

Stasiun yang sekarang sudah tidak beratap akan didemolisi alias diperbaiki sehingga berbentuk stasiun secara utuh dan akan difungsikan sebagai stasiun kembali. Hmm, yang saya khawatir adalah penanganan proyek yang tidak profesional seperti yang saya sebutkan di atas... Bagaimana menurut anda? Perlukah demolisi?