Menambah Ruas Jalan ≠ Solusi Kemacetan

Saat ini, kemacetan tidak hanya melanda kota megapolitan berpenduduk jutaan jiwa seperti Jakarta saja. Penduduk di kota kecil pun tampaknya sudah mulai terbiasa dengan permasalahan kota yang satu ini. Banyak media yang membahasnya, dan mempertanyakan solusi kepada masyarakat. Menurut pengamatan saya terhadap jawaban masyarakat, mereka lebih prefer dengan solusi 'penambahan ruas jalan' dibanding 'penggunaan transportasi massal'. Miris. Berangkat dari persepsi itu, saya ingin meluruskan pendapat bahwa menambah ruas jalan itu bukan merupakan solusi dari kemacetan.

Salah satu contoh jawaban

The Therory, Based on Highway Capacity Manual (1997)
Kemacetan adalah kondisi saat volume kendaraan melebihi kapasitas ruas jalan, secara ilmiah dapat diidentifikasi dengan rumus LoS = V/C. LoS adalah level of service atau tingkat pelayanan jalan, skalanya dari A sampai F. V adalah volume kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut dengan satuan mobil penumpang per satuan waktu. Sedangkan C adalah kapasitas ruas jalan, berapa banyak jumlah kendaraan yang mampu ditampung oleh jalan. Dengan rumus itu dapat kita ketahui bahwa semakin besar volume kendaraan dibanding kapasitas, tingkat pelayanan akan menurun a.k.a terjadi kemacetan. Maka tidaklah salah bahwa salah satu solusi kemacetan adalah menambah kapasitas jalan a.k.a menambah ruas jalan. 

Terus, apa yang salah?
Menambah ruas jalan itu seperti lingkaran setan, atau menyimpan debu di balik karpet, atau apalah itu. Intinya menambah ruas jalan itu seperti mengatasi masalah dengan membuat masalah baru. Logikanya, kebutuhan manusia pasti bertambah, namun kita tidak dapat serta merta menurutinya terus kan? Seorang perempuan ingin belanja make up, namun dia tidak harus menuruti nafsunya itu. Seorang anak kecil menginginkan es krim, namun orangtuanya tidak harus membelikannya. Pasti ada solusi lain untuk mengatasi keinginan tersebut, yang lebih bijak tentunya. Namanya manusia, kalo menuruti nafsu kapan habisnya sih? Sama seperti jalan. Setiap orang memiliki mobil pribadi, demand akan penambahan ruas jalan pun naik. Namun, pemerintah tidak selalu harus men-supply jalan bukan? Balik lagi ke konsep manusia tadi, keinginan manusia itu tidak ada habisnya. Iya kalo udah punya mobil satu ga pengen lagi, nah kalo malah beberapa tahun lagi trennya adalah 'satu penduduk tiga mobil'? Nah loh. Tambahin aja terus tuh jalan!


Who wants to live in those cities?


Solusinya Apa Dong?
Balik ke rumus LoS tadi, untuk menaikan tingkat pelayanan jalan, selain dengan memperbesar kapasitas jalan, mengapa tidak dilakukan penurunan volume kendaraan? Masih banyak kok solusi selain sekedar jalan pintas 'menambah kapasitas jalan'. Jika para pembuat kebijakan kreatif, mungkin dapat dilakukan disinsentif dan insentif yang mendorong pengurangan volume kendaraan. Misalnya insentif untuk rumah tangga yang tidak memiliki kendaraan pribadi, atau disinsentif bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu. Inti dari pengurangan volume kendaraan pribadi adalah 'bagaimana caranya memindahkan seluruh penumpang mobil pribadi ke dalam angkutan umum?'

Best Practice: Cheonggyecheon, South Korea
Lee Myun Bak, walikota Seoul, yang mengawali perubahan ini. Jalan layang diruntuhkan dan dilaksanakanlah program urban renewal senilai US$384 Juta ini. Hayo, pilih tinggal di kota seperti gambar before atau after?

Before

After

Sekarang ngerti kan kenapa penambahan kapasitas jalan seharusnya ga boleh terus dilakukan? :)

5 comments:

  1. Couldn't agree more..

    Pengurangan volume kendaraan, dan pengadaan alat transportasi massal cepat yang efektif dan efisien. I don't think it hard to implement.. Damn government..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wooh di-visit Mas Pajril. Thanks Mas. Btw kenapa blog-nya lama ga update? Haha.

      Delete
  2. well, dengan penduduk yang hampir ratusan juta. banyak perusahaan otomotif tertarik ke sini, kalo ada transportasi massal mereka bisa untungnya kurang dong:D

    pejabat ? Tinggal suap aja haha, blogwalking yyaa yak :P

    ReplyDelete
  3. emang seharusnya sarana prasarana transportasi massal lebih dioptimalin, penggunaan kendaraan2 pribadi jg dikurangin.
    ya gimana caranya aja deh buat ngedidik masyarakat untuk mau manfaatin transportasi massal ketimbang naik kendaraan pribadinya masing2, karna kadang orang suka gengsi aja gt disuruh naik angkot atau bis, coba itu bapak2 pejabat mau ga ya disuruh naik busway atau KRL buat kerja?

    ReplyDelete
  4. wahh bagus-bagus penjabaran yang menarik, tapi terkait yang kita ketahui banyak orang yang bergantung hidup disana, semakin banyak kendaraan dan semakin aktif maka akan terjadi perputaran ekonomi yang signifikan, hampir semua aspek telah mengambil keuntungan dari sini seperti; UKM, pemerintah, polisi, perusahaan motor/mobil, pom bensin, proyek perawatan jalan, pengkreditan, bank, dll. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu belum tuntasnya kemacetan, pemerintah belum siap mencari ladang pekerjaan baru bagi mereka yang hidupnya bergantung dari kendaraan pribadi bila solusinya adalah pengalihan dan pembatasan transportasi. Nice article :)

    ReplyDelete