Desa Bukan Kampung 2


Namanya desa, suasananya pasti asri, jauh dari hingar bingar kota. Desa yang kita bayangkan pasti lekat dengan kesan tradisional, di mana rumah penduduknya sangat sederhana dan jauh dari kata teknologi. Bahkan ketika kecil saya pernah membayangkan bagaimana bisa anak-anak yang tinggal di sekitar sawah menemukan McDonald di sana? Okay I know that's awkward -_- Nah, bagaimana dengan Schillingfürst? Yap, sekarang saya akan menggambarkan keadaan standar rumah di sana.

Kenyataannya, mau sepelosok apapun seperti rumah tante saya, rumahnya tetap...hi tech. Salut banget deh. Keliatannya rumah di sini kondisinya sudah sama rata di desa-kota. Malah lebih enak di desa, kesempatan memiliki rumah tunggalrumah yang berdiri sendiri dikelilingi, tidak bertempelan dengan tetanggalebih besar. Lain halnya dengan di kota yang land availability-nya rendah dan housing price-nya tinggi, kebanyakan penduduknya lebih memilih untuk tinggal di flat.

Oven, microwave, bread toaster, mixer, blender, dan peralatan canggih lainnya pasti ada. Bahkan oven merupakan home appliance wajib mereka, mungkin karena hobi mereka untuk santap kue. Berbagai macam pisau lengkap, mulai dari pisau roti sampai pisau daging yang segede gaban. Fyi, pisau Solingen, jenis pisau yang bagus itu memang asalnya dari negara ini. Rata-rata rumah di sini menggunakan kayu atau lantai berlapis karpet sebagai dasar rumahnya. Maka dari itu vacuum cleaner menggantikan peranan sapu di sini.

Full of electricity, full of technology. Begitulah Jerman, negara yang menurut saya paling strict di dunia. Mau desa, mau kota metropolitan, all are covered with that 22 century's stuffs. Ya, semuanya karena harga tenaga di sini mahal, bahkan mencuci piring pun ada mesinnya. Beda dengan kita yang berlimpahan kuantitas SDM-nya (note that: quantity, not quality). Tapi misalnya ada semua alat-alat itu juga, mau dibawa ke mana 'mbak-mbak' kita? Mau kerja apa porter-porter yang suka ngangkat barang? Galau kan? Sama, saya juga.

Tapi intinya, mengunjungi rumah-rumah saudara saya di sana membuat saya terkagum-kagum. Gaya hidup mereka, the real kämpf. Mandiri. Satu kata itu, mulai dari anak kecil sampai lansia benar-benar berdiri sendiri. Maybe it's their habitual, maybe it's because...engineering. Someday we will make it for Indonesia. Long live engineering!




1 comment:

  1. Hei Aya...wah, mas baru lihat ni blognya..BAGUSSS BANGET!!! hehe..btw, kok nyari Kakang Mbakyu? kamu mau ikutan juga? kalo mau ikutan bagus tu...buat nambah pengalaman dan wawasan mengenal Malang dan lingkungannya, mas dukung! keep contact ya...^^

    ReplyDelete