Ibu yang Tidak Mengakui Anaknya

Sungguh ini bukan tulisan tentang tragisnya kehidupan di zaman yang edan ini, tentang ibu yang dengan tega meletakkan bayinya—yang bahkan ari-arinya saja belum putus—di sebuah kotak sejajar dengan bak sampah di pinggir jalan. Tapi saya hanya ingin sharing cerita yang bisa dibilang lucu sewaktu di kereta Rabu kemarin.

Selasa lalu saya baru saja menginap di apartemen sepupu saya di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat. Setelah bosan dan puas jalan-jalan sekitaran situ barulah keesokan harinya saya memutuskan untuk kembali pulang ke Bogor. Perjalanan ke Bogor saya tempuh dengan menggunakan kereta komuter Jabodetabek yang nama kerennya sekarang tuh ‘Commuter Line’ (sebenarnya itu memang nama resminya sih bukan istilah keren doang -_-). Dan kejadian tersebut bermula di dalam kereta ini…

Di dalam gerbong khusus wanita itu, seorang satpam perempuan berbadan tegap memeriksa karcis para penumpang. Dia sangat tegas, terlihat dari tegurannya kepada penumpang yang tidak menaati peraturan.

“Ibu maaf barang belanjaannya bisa dinaikan ke atas? Karena memakan space gerbong, banyak orang yang ga kebagian tempat untuk berdiri.”

“Anak di atas 3 tahun harus membeli karcis sendiri ya, Bu. Bisa denda Rp20.000,00 loh jika melanggar, untuk sekarang silakan beli karcis lagi nanti pas turun.” Jelasnya berkali-kali sehingga banyak ibu-ibu yang berbisik-bisik setelah ia lewat. Saya yakin mereka bergunjing mengenai si satpam tersebut yang baru saja menegur dua orang ibu yang membawa anaknya tapi tidak disertai karcis.

Di seberang saya berdiri seorang ibu paruh baya bersama kedua anak lelakinya yang kelihatannya berumur 5 tahun atau sekitar kelas 2 SD. Sebenarnya saya tau dia adalah ibu dari kedua anak tersebut, namun ketika satpam mendekat, ibu itu berbalik badan membelakangi kedua anaknya.

“Ini anak siapa ya?” Teriak si satpam kepada ibu-ibu di sekitarnya. “Ibu, ini anak ibu?” Si satpam kembali bertanya namun pertanyaan lebih fokus ditunjukan kepada ibu paruh baya tadi.

“Hah, engga, bukan kok,” jawab si ibu mengelak bahwa kedua pria kecil tesebut bukan anaknya.

Saya pun bingung, bukannya anak-anak itu anak si ibu itu yah? Oh mungkin saya salah kira kali yah. Kata saya dalam hati. Tidak lama setelah muncul perhelatan kecil di dalam diri saya tadi, drama kecil-kecilan di gerbong 1 kereta commuter line tujuan Bogor ini pun berlanjut.

“Adek, ibunya yang mana dek?” Tanya si satpam langsung kepada kedua anak tersebut. Pertanyaan itu pun disambut polos keduanya dengan menunjuk si ibu paruh baya tadi.

“Ibu, katanya bukan anak ibu?” tanya si satpam dengan muka 'mampus lo ketangkep basah ha ha ha *evil laugh*'

“Ah engga kok, kata siapa? Saya tadi bilang iya kok…” jawabnya dengan super duper ngelesss. Saya aja yang dari jauh denger kok si ibu tadi jelas-jelas bilang anak itu bukan anaknya!

“Oh, saya tadi ga denger ibu bilang iya. Lain kali kalo gini lagi didenda Rp20.000,00 yah, Bu. Setelah turun silakan beli karcis lagi buat anaknya.”

Sumpah pengen ketawa, dan saya yakin semua yang menyaksikan adegan itu juga pada nahan ketawa. Saya yakin ibu itu dalam hati udah misuh-misuh ga tau pake bahasa apa yang pasti intinya, “anjirrr anak gue kenapa ga bisa diajak kerja sama banget sih???!!!” sambil nahan malu, tangan mengepal, dan ga berenti misuh dalem hati.

Wah, tapi congrats buat mbak-mbak satpam, tegas banget sebagai policy controller. Walaupun saya yakin 100% si ibu tadi pas turun ga akan beli dua karcis buat anaknya :D Tapi balik lagi, menurut anda, bagaimana sih seharusnya peraturan untuk anak di bawah 3 tahun tadi? Apakah masuk akal? Atau malah menyusahkan penumpang yang tidak mampu? Monggo dikomen…

4 comments:

  1. wajar kalo di atas 3 tahun harus beli tiket soalnya di atas umur segitu biasanya udah ga mau dipangku lagi.

    Pernah saya naik CL ada ibu ibu bawa anak 3 duduk semua, tapi pas si petugas minta tiket, ibunya cuma ngasih tiket satu.Kalo kaya gini kan kasian orang lain yang mau duduk juga. *ehem ehemtermasukgw ehemehem*

    Jadi, kalo bawa anak kecil berapapun umurnya dan mereka duduk, harus PUNYA TIKET.

    Kalo buat kasus di atas, karena anaknya berdiri ya anaknya gapapa ga usah beli tiket karena mahal banget kalo anak anak itu tetep diitung 7000 per kepala, berdiri lagi.

    Untuk masalah ini, commuter juga harusnya punya harga buat pelajar supaya tidak menyulitkan anak anak SD atau SMP bertransportasi murah tapi tetap nyaman.

    ReplyDelete
  2. Complicated ya masalah pertiketan :(

    ReplyDelete
  3. seharusnya tiket untuk anak di BAWAH UMUR itu berlaku.. :p
    kira2 sampe 10 tahun lah baru bisa pek tiket normal, itupun pake harga tiket pelajar.. jadi ada tiga jenis tiket..
    :)

    ReplyDelete
  4. Jadi ada tiket pelajar, tiket normal, sama tiket bawah umur? Oke. Coba lapor ke bagian manajemen kereta... Hahaha.

    ReplyDelete